AM Hanafi, tokoh penting dalam jagat revolusi Indonesia. Nama ini muncul tahun 1937, tahun kedatangan Bung Karno di Bengkulu, bumi pembuangan pasca Ende. Dua huruf AM di depan nama Hanafi adalah pemberian Bung Karno, sebagai kependekan dari Anak Marhaen. Nama itu kemudian diabadikan oleh si empunya nama menjadi Anak Marhaen Hanafi, atau AM Hanafi.
Dalam fase pra kemerdekaan, Hanafi juga dikenal sebagai salah satu aktivis “Menteng 31”, bersama sejumlah tokoh muda lain seperti Adam Malik, Wikana, Sukarni, dan lain-lain. Di markasnya para pemuda revolusioner itu pula, Hanafi banyak terlibat gerakan-gerakan menuju Indonesia merdeka.
Jika menengok ke belakang, sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1937, Hanafi banyak merajut kisah bersejarah bersama Bung Karno. Termasuk, saat ia dan teman-temannya harus memperbaiki sebuah rumah sebagai tempat tinggal Bung Karno dan keluarga selama dalam masa pembuangan di Bengkulu.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda menempatkan Bung Karno di sebuah rumah bekas administratur inderneming Van der Vossen yang punya pabrik kebun sereh di Pantai Panjang. Namun, ketika rumah itu diperkenankan Belanda untuk dipakai sebagai kediaman Ir Sukarno yang mereka sebut “bandit politik”, keadaannya sangat memprihatinkan.
Sebagian atap rontok. Di beberapa sufut plafon rumah bahkan sudah menjadi sarang kalong. Ratusan kalong bersarang di sana. Sementara di luar, semak belukar tumbuh liar. Rumah itu lebih mirip “rumah hantu” daripada rumah yang layak bagi tahanan politik nomor wahid.
Foto di atas adalah rumah pembuangan Bung Karno di Bengkulu yang masih rusak dan penuh belukar. Adalah Bung Karno yang mengajak Hanafi bekerja gotong royong membersihkan rumah. Hanafi kemudian dibantu teman dekatnya, Mun’im dan Imam. Tak lama kemudian, para tetangga pun berdatangan, ikut bergotong royong memperbaiki rumah bagi kediaman Bung Karno selama di pembuangan.
Satu kutipan bersejarah yang kemudian melekat di memori Hanafi adalah saat ia dan Bung Karno menanam pohon kemuning di muka rumah itu. Ia ingat betul petuah Bung Karno, “Hanafi, engkau gali itu lobang, kau tanam itu pohon kemuning! Nanti, kalau pucuk-pucuknya pohon itu menjadi layu dan mau mati, engkau jangan rawat lagi pucuk-pucuknya atau dahan-dahannya itu, tapi kau harus cabut sampai ke akar-akarnya, lalu ganti dengan yang lain. Dalam politik itu namanya radikal, het radikalisme. Jadilah kau seorang radikal dalam pergerakan nasional. Engkau diberhentikan dari pekerjan dari kantor Residen itu karena berhubungan dengan saya. Kalau jadi orang pergerakan yang radikal, kita ganti pemerintah Belanda ini sekaligus sampai ke akar-akrnya, dengan pemerintahan bangsa kita sendiri. Itulah radikal!” (roso daras)