Pada galibnya, modal asing, baik kecil, mayoritas, apalagi monopoli, adalah sebuah bentuk imperialisme. Jadi teringat tulisan Bung Karno dalam “Mencapai Indonesia Merdeka”. Di salah satu bagian ia menulis, “Sejak adanya openduer-politik di dalam tahun 1905, maka modal yang boleh masuk ke Indonesia dan mencari rezeki di Indonesia bukanlah lagi modal Belanda saja, tetapi juga modal Inggris, juga modal Amerika, juga modal Jepang, juga modal Jerman, juga modal Perancis, juga modal Italia, juga modal lain-lain sehingga imperialisme di Indonesia kini adalah imperialisme yang internasional karenanya. Raksasa “biasa” yang dulu “berjengkelitan” di atas padang kerezekian Indonesia, kini sudah menjadi Rahwana Dasamuka yang bermulut sepuluh“.
Indonesia merdeka di bawah kepemimpinan Bung Karno, mengikis imperialisme itu dengan berbagai kebijakannya. Nasioanlisasi perusahaan-perusahaan asing di Tanah Air dilakukan dengan semangat , “ini dadaku!”. Semua proposal investasi asing, diperketat, hanya investasi –asing– dengan ending dikuasai anak-anak negeri sajalah yang diperbolehkan. Sebaliknya, tawaran menggiurkan sekalipun, akan ditentang habis-habisan jika bertujuan semata untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Jadilah ia musuh imperialis! Pemerintahannya terus dirongrong. Digerogoti dengan berbagai kegiatan separatis. Diteror dengan berbagai usaha pembunuhan. Terakhir, ia terguling oleh sebuah konspirasi-jahat yang melibatkan anak-negeri sendiri.
Syahdan, setelahnya, lembar baru Indonesia pun digelar. Kekuatan –ekonomi– asing kembali merajalela. Mereka mengkapling-kapling potensi alam Nusantara, sehingga, negeri yang begitu kaya sumber daya alam, hingga hari ini masih dililit utang luar negeri. Masih berkutat dengan kemiskinan. Masih bergelut dengan kemunduran. Masih tak berdaya atas cengkeraman kekuatan ekonomi asing.
Jangan lagi bicara potensi tambang emas, tembaga, batubara, minyak dan sebagainya. Bahkan, modal asing sejatinya sudah menguasai hajat hidup bangsa Indonesia kebanyakan, dari bangun bingga berangkat tidur. Air mineral, sabun-odol-shampo di kamar mandi, kendaraan yang dipakai, operator selular, gula, beras, sampai belanja ke mini dan supermarket, tak lepas dari modal asing.
Berita yang menggelitik hari ini, Menko Perekonomian Sofyan Djalil mewacanakan merekrut tenaga asing untuk memimpin BUMN. Berita lain, Menteri BUMN Rini Soemarno berniat menjual gedung kementerian BUMN setinggi 21 lantai. Sejak BBM naik (tepatnya pengalihan subsidi BBM…), pendapatan pom bensin Shell naik dua kali-lipat. Rupiah tak berdaya atas dolar. (Silakan ditambah deretan data lain….).
Jika kalimat Bung Karno di atas diaktualisasikan dalam konteks hari ini, barangkali menjadi, “Raksasa “biasa” yang dulu “berjengkelitan” di atas padang kerezekian Indonesia, kemudian menjadi Rahwana Dasamuka yang bermulut sepuluh. Setelah Indonesia merdeka, raksasa itu menjadi “biasa” lagi, dan sekarang, dia sudah “tiwikrama” menjadi maha-Rahwana Dasamuka bermulut seribu.”
Lalu, sebagian dari kita bergumam, “bukan urusan saya….” (roso daras)