Orang mengenalnya sebagai Harjati… lengkapnya Suharjati. Dia seorang penari dari Surabaya yang kemudian diterima bekerja sebagai staf kesenian di Sekretariat Negara tahun 60-an. Di kemudian hari, dia dikenal sebagai salah satu istri Bung Karno, dan namanya menjadi Hariyatie Soekarno.
Ini sebuah kilas balik, ke hari pertama saat Hariyatie masuk kerja. Hari itu, ia mendengar ada suara gamelan. Sebagai penari, darahnya berdesir, sulit rasanya untuk tidak mencari tahu sumber suara gamelan tadi. Maka ia pun mendekat dan mengintip. Rupanya, hari adalah jadwal latihan tari bagi Sukmawati dan Guruh. Sejak itu, setiap putra-putri Bung Karno berlatih menari, Hariyatie selalu mengintip.
Tibalah pada momen yang cukup penting dalam hidupnya, yakni momen saat ia kepergok Bung Karno sedang mengintip putra-putrinya berlatih menari. “Kowe seneng njoged? (Kamu sukar menari?),” sapa Bung Karno kepada Hariyatie. “Dalem remen nari ugi, Pak! (Saya senang menari juga, Pak!),” jawab Hariyatie.
Spontan Bung Karno menyuruh Hariyatie masuk dan menari. Sejurus kemudian, Bung Karno memerintahkan guru tari dan para wiyagan (penabuh gamelan) untuk mengiringi Hariyatie menari. “Dalem nyobi, Pak. (Saya coba Pak),” kata Hariyatie kepada Bung Karno.
Aneka rasa beraduk jadi satu di dada penari muda berkulit hitam manis itu. Ia diminta menari di hadapan Presiden RI tanpa persiapan. Menolak? Jelas sesuatu yang tidak mungkin. Satu hal, ia harus menari sebaik-baiknya. Itu saja suara hati yang menopang kekuatannya untuk meredam demam panggung.
Hariyatie pun menari tarian Menakjinggo, sebuah tarian yang masuk kategori jenis tari gagahan. Sekalipun ia hafal luar kepala semua urutan gerak tari Menakjinggo, tapi entah mengapa, ia masih juga salah gerak di sana-sini. Kesimpulannya, Hariyatie tetap tak bisa menyembunyikan rasa grogi yang begitu hebat menyerangnya. “Mohon maaf kalau ada salah,” kata Hariyatie kepada Bung Karno seusai menari.
“Ora apa-apa, narimu bagus…,” kata Bung Karno sambil melempar senyum.
Berikutnya, Bung Karno langsung memberi perintah agar Hariyatie tampil menari pada malam penyambutan putra mahkota kaisar Jepang Akihito dan permaisuri Michiko. Atas perintah Presiden, ia pun mengangguk. Hari-hari selanjutnya, ia terlibat aktif berlatih.
Sejak itu pula, Hariyatie sudah tidak pernah lagi mengintip putra-putri Bung Karno berlatih menari. Artinya, ia sudah tidak lagi canggung dan malu untuk langsung berbaur ke tengah suasana berlatih tari di Istana. (roso daras)