Bung Karno Merekrut 670 Pelacur

Ternyata, para pelacur ikut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keberatan dengan kalimat itu? Baiklah. Ratusan pelacur, ya… 670 pelacur kota Bandung, mendukung perjuangan Bung Karno mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Masih ada yang keberatan dengan kalimat itu?

Biar saja. Sebab, Bung Karno sendiri tidak keberatan. Kepada penulis otobiografinya, Cindy Adams, Bung Karno mengisahkan bagaimana ia mendirikan PNI lantas merekrut para pelacur menjadi anggotanya. Tak urung, tercatat 670 pelacur berbondong-bondong menjadi anggota PNI. Oleh Bung Karno, mereka dipuji sebagai para loyalis sejati, yang mau menjalankan perintah Bung Karno untuk kepentingan pergerakan.

Sosok yang Menginspirasi Bung Karno

Wagiman. Sebuah nama yang biasa saja. Akan tetapi, nama itu sesungguhnya begitu melekat di jantung hati Sukarno. Wagiman adalah sebuah inspirasi. Wagiman adalah sebuah potret bangsa yang terjajah. Wagiman adalah orang miskin harta tetapi kaya hati. Ia tinggal tak jauh dari rumah keluarga Bung Karno di Mojokerto. Untuk pengen tahu lebih lengkapnya nonton videonya.

Tak bisa disangkal, benih-benih kecintaan Bung Karno terhadap rakyat kecil, tumbuh sejak ia “bergaul” dengan Wagiman, si petani di pelosok Mohokerto, saat usianya masih bocah. Kalau saya Bung Karno masih hidup, barangkali ia tidak akan keberatan jika ajaran Marhaenisme disebut juga sebagai Wagimanisme.

Hikayat Kelahiran Sukarno

Bung Karno dalam autobiografinya menyebutkan, kelahirannya disambut letusan Gunung Kelud. Kehadirannya di dunia yang fana ini, juga bertepatan dengan terbitnya matahari. Saat kecil sakit-sakitan, sehingga orang tuanya mengganti nama aslinya (Kusno) menjadi Sukarno.

Tiga Srikandi Sukarno

Megawati, Rachmawati, dan Sukmawati adalah “tiga srikandi” Bung Karno. Sejak kecil, mereka memiliki kemiripan dalam berdandan. Rambut diikat dan dikepang dua, blus yang sewarna, dan senantiasa tampil charming. Ketiganya juga pandai menari. Dalam beberapa hal, ketiganya juga mewarisi gen sang bapak.

Ketika Bung Karno Usil ke Bung Hatta

Ada begitu banyak sisi lain seorang Proklamator Bung Karno. Salah satunya adalah sisi ke-usil-an dia, baik ketika masih anak-anak, remaja, dewasa, bahkan hingga hari-hari akhirnya. Siapa saja bisa kena sasaran keusilan Bung Karno. Tak terkecuali Bung Hatta.

Mencuri Mobil untuk Bung Karno

Pernahkan Anda bayangkan, seorang presiden tidak punya mobil? Dialah Sukarno, presiden pertama kita.

Lalu, muncul sosok relawan-pejuang bernama Sudiro. Ia adalah salah satu anggota “pasukan berani mati” yang berinisiatif mencarikan mobil untuk presidennya.

Berbekal semangat membara, ia pun mendatangi mobil terbaik di zamannya, milik orang Jepang yang menjabat Kepala Jawatan Kereta Api.

Sudiro dan kawan-kawan kemudian meminta paksa kunci mobil itu kepada si sopir yang notabene orang pribumi. Sempat bengong si sopir. Ia baru paham, ketika Sudiro mengatakan, “Serahkan kunci mobil itu. Mobil itu saya ambil untuk dipakai Bung Karno, presidenmu.”

Cerita Bung Karno Menaklukkan 4 Noni Belanda

Ada satu kisah, Bung Karno berpacaran dengan bule, alias noni-noni Belanda. Itu terjadi semasa ia sekolah di HBS Surabaya, sekitar tahun 1916-an. Bukan hanya satu noni yang ia taklukkan, tapi EMPAT !!!

Satu di antara empat noni Belanda yang dipacarinya itu, bahkan sempat ia lamar. Tapi apa lacur, Bung Karno dihardik, dicaci sebagai inlander kotor, dan diusir oleh “calon mertua yang gagal”.

Sembilan Ekspresi Sukarno

sembilan ekspresi BK

Lukisan sembilan ekspresi wajah Bung Karno karya Sohieb Toyaroja. (foto: roso daras)

Telepon berdering. Di ujung sana, terdengar suara khas pelukis Sohieb Toyaroja. “Datang ke studio Jalan Paso mas…. Lukisan sembilan ekspresi Bung Karno sudah hampir jadi,” ujarnya.

Tiba di studio yang terletak di bilangan Jagakarsa, Jakarta Selatan hari sudah gelap. Bangunan besar dengan patung Semar di depan itu terasa sejuk, teduh, dan tenang.

Memasuki studio tempat Sohieb melukis, tampak sebuah lukisan maha besar. Berukuran sekitar 10 meter x 3 meter, berisi 13 pahlawan nasional. Selain Bung Karno dan Hatta, mungkin tidak banyak yang kenal. Sebab, Sohieb memang banyak mengangkat pahlawan lokal.

Tokoh yang cukup familiar antara lain HOS Cokroaminoto, Jenderal Besar Sudirman, Jenderal Polisi M. Jasin, Frans Kaisiepo, dan sejumlah nama lain yang mewakili berbagai daerah.

Sementara lukisan sembilan ekspresi Sukarno teronggok di salah satu dinding, dalam kondisi hampir paripurna. “Tinggal finishing sedikit, sudah siap,” ujar Sohieb seraya melanjutkan, “tolong mas, carikan kutipan yang pas untuk lukisan ini.”

Tiga kutipan aku sodorkan padanya. Pertama, “Senyuman, tawa, dan tangisku adalah sebuah kesaksian, bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat.”

Kutipan kedua, ““Saya terpesona oleh revolusi. Saya gila, terobsesi oleh romantisme… Revolusi melonjak, berkedip, guntur hampir di setiap penjuru bumi… Teruslah mengipasi kobaran api … Mari kita menjadi kayu bakar yang memberi makan api revolusi.”

Dan kutipan ketiga, ““Tidak ada satu negara yang benar-benar hidup jika tidak ada seperti kuali yang mendidih dan terbakar, dan jika tidak ada benturan keyakinan di dalamnya.”

Berjam-jam aku menatap lukisan itu. Seperti kebanyakan lukisan Sohieb yang lain, semakin dipandang, semakin “hidup” lukisan itu. Alhasil, sosok Sukarno seolah hadir di Studio Jalan Paso, malam hari itu. (roso daras)

Fidel, Kawanku yang Baik…

roso-daras-di-cnn-indonesia

Stasiun televisi CNN Indonesia, mengupas kematian Fidel Castro, 26 November 2016 lalu. Sehari kemudian, saya diundang sebagai narasumber tamu pada acara World Now. Tidak seperti yang saya bayangkan semula, bahwa topik yang dibawakan host Amelia ternyata sangat-sangat serius. Lengkapnya bisa dilihat di link berikut: http://www.cnnindonesia.com/tv/20161127135449-401-175632/mengulas-hubungan-fidel-castro-dengan-indonesia/

Sementara, saya berangkat dengan bayangan semula, bahwa CNN Indonesia mengundang saya untuk bicara hal-hal human-interest terkait Sukarno dan Fidel Castro, atau sebaliknya. Sehingga, beberapa cerita menarik seputar keduanya, sudah saya persiapkan untuk pemirsa CNN Indonesia. Apa lacur, topik yang bergulir menjadi serius, pada akhirnya saya sadari, bahwa itulah ciri CNN Indonesia, atau lebih khusus lagi, itulah ciri acara World Now.

Alhasil, kisah-kisah unik yang terjadi saat Bung Karno berkunjung ke Kuba tahun 1960, tidak muncul. Kisah-kisah seputar pemberian keris pusaka oleh Bung Karno kepada Castro, tidak juga muncul. Bahkan, surat Bung Karno kepada Fidel, yang diawali dengan kalimat, “Kawanku Fidel yang Baik”, juga tak terkuak di acara itu.

Terkait surat Bung Karno yang dibawa Dubes AM Hanafi, sejatinya sangat menarik. Sebab, bisa dibilang, itulah surat terakhir Bung Karno kepada Castro tahun 1966. Castro yang mendengar berita simpang siur mengenai situasi politik Indonesia, sempat kebingungan. Bahkan, ketika ia mendengar, Sukarno di ujung tanduk, Castro serta merta menawarkan Kuba sebagai rumah kedua Bung Karno.

Akan tetapi, Bung Karno menolak. Ia bahkan menjawab, kondisinya baik-baik saja. ***

roso-daras-di-cnn-indonesia-2

Published in: on 6 Desember 2016 at 08:40  Comments (2)  
Tags: , , , ,

Mencari Dewi di Shibuya

Jpeg

Kediaman Ratna Sari Dewi Soekarno, di Shibuya – Tokyo.

Kawasan Shibuya, adalah satu di antara sekian banyak kota di Tokyo Metropolitan yang paling sibuk. Salah satu keunikan di Shibuya adalah pejalan kaki yang menyemut. Di setiap perempatan jalan besar, ketika lampu hijau menyala untuk para pejalan kaki dari semua arah, maka manusia menyemut di perempatan jalan.

Sekadar senggolan bahu adalah hal biasa. Bahkan, jika tidak lincah berkelit, niscaya akan ‘terlempar’ kian-kemari karena tubrukan sesama penyeberang jalan, yang semuanya berjalan serba tergesa. Mirip bola dalam permainan ding-dong. Karenanya, menyeberang jalan di Shibuya harus lincah bermanuver menghindari tabrakan. Atau gunakan cara aman, pilih pria bertubuh besar (meski amat jarang), lalu berjalanlah di belakang orang itu hingga selamat sampai di seberang jalan….

Itu sekelumit kenangan yang hanya sekilas mengunjungi Shibuya awal November lalu. Sama sekali tidak tertarik untuk mengagumi pusat pertokoan yang menyatu dengan stasiun barah tanah Shibuya yang sangat terkenal itu. Juga tidak tertarik untuk sekadar menengok keindahan objek wisata Shibuya yang masyhur, semisal Yoyogi Park, Meiji Shrine, Takeshita Street, dan lain-lain.

Fokus kaki ini hanya menuju ke satu rumah: Rumah Ratna Sari Dewi Soekarno. Istri mendiang Bung Karno yang bernama asli, Naoko Neomoto itu. Berkat bantuan rekan Sigit Aris Prasetyo, pegawai di Kementerian Luar Negeri Pejambon Jakarta Pusat, yang kemudian menghubungkan dengan Saud di Kedutaan RI di Tokyo, saya akhirnya diberi waktu untuk jumpa Dewi Soekarno.

Kediaman Dewi Soekarno di Shibuya, relatif jauh dari keramaian Shibuya. Ia tinggal di sebuah kawasan perumahan, tanpa ada satu pun bangunan pencakar langit baik pertokoan, perkntoran, atau apartemen di sekelilingnya. Kawasan tempat tinggal Dewi adalah sejenis kawasan perumahan yang memiliki tanah. Menyapu pandang di sekitar kawasan itu saja bisa saya simpulkan, kawasan ini hanya dihuni oleh orang-orang strata atas.

Hawa sore yang stabil di kisaran 12 derajat Celcius itu, memang nyaman untuk dipakai berjalan kaki (cepat). Demi jumpa Madame de Syuga, tidak ada rasa lelah sedikit pun. Meski, kerongkongan terasa kering. Itu pun bukan soal besar… mesin penjual minuman segar, ada di pinggir-pinggir jalan. Dengan memasukkan sejumlah Yen, kemudian tekan tombol pilihan, maka sebotol minuman segar pun terjatuh.

Hati berdegup kencang, ketika seorang lelaki paruh baya, menunjuk satu rumah yang tak jauh dari posisi saya berdiri. Dia orang ketiga yang saya tanya. Setelah dua orang sebelumnya, hanya bisa menggeleng dan ngeloyor pergi. Nun tak jauh di sana, tampak sebuah rumah dengan ciri tembok batu-bata merah coating.  Itulah rumah Satna Sari Dewi Soekarno.

Dewi sudah menungguku di rumah itu. Pikirku. (roso daras)