
Kediaman Ratna Sari Dewi Soekarno, di Shibuya – Tokyo.
Kawasan Shibuya, adalah satu di antara sekian banyak kota di Tokyo Metropolitan yang paling sibuk. Salah satu keunikan di Shibuya adalah pejalan kaki yang menyemut. Di setiap perempatan jalan besar, ketika lampu hijau menyala untuk para pejalan kaki dari semua arah, maka manusia menyemut di perempatan jalan.
Sekadar senggolan bahu adalah hal biasa. Bahkan, jika tidak lincah berkelit, niscaya akan ‘terlempar’ kian-kemari karena tubrukan sesama penyeberang jalan, yang semuanya berjalan serba tergesa. Mirip bola dalam permainan ding-dong. Karenanya, menyeberang jalan di Shibuya harus lincah bermanuver menghindari tabrakan. Atau gunakan cara aman, pilih pria bertubuh besar (meski amat jarang), lalu berjalanlah di belakang orang itu hingga selamat sampai di seberang jalan….
Itu sekelumit kenangan yang hanya sekilas mengunjungi Shibuya awal November lalu. Sama sekali tidak tertarik untuk mengagumi pusat pertokoan yang menyatu dengan stasiun barah tanah Shibuya yang sangat terkenal itu. Juga tidak tertarik untuk sekadar menengok keindahan objek wisata Shibuya yang masyhur, semisal Yoyogi Park, Meiji Shrine, Takeshita Street, dan lain-lain.
Fokus kaki ini hanya menuju ke satu rumah: Rumah Ratna Sari Dewi Soekarno. Istri mendiang Bung Karno yang bernama asli, Naoko Neomoto itu. Berkat bantuan rekan Sigit Aris Prasetyo, pegawai di Kementerian Luar Negeri Pejambon Jakarta Pusat, yang kemudian menghubungkan dengan Saud di Kedutaan RI di Tokyo, saya akhirnya diberi waktu untuk jumpa Dewi Soekarno.
Kediaman Dewi Soekarno di Shibuya, relatif jauh dari keramaian Shibuya. Ia tinggal di sebuah kawasan perumahan, tanpa ada satu pun bangunan pencakar langit baik pertokoan, perkntoran, atau apartemen di sekelilingnya. Kawasan tempat tinggal Dewi adalah sejenis kawasan perumahan yang memiliki tanah. Menyapu pandang di sekitar kawasan itu saja bisa saya simpulkan, kawasan ini hanya dihuni oleh orang-orang strata atas.
Hawa sore yang stabil di kisaran 12 derajat Celcius itu, memang nyaman untuk dipakai berjalan kaki (cepat). Demi jumpa Madame de Syuga, tidak ada rasa lelah sedikit pun. Meski, kerongkongan terasa kering. Itu pun bukan soal besar… mesin penjual minuman segar, ada di pinggir-pinggir jalan. Dengan memasukkan sejumlah Yen, kemudian tekan tombol pilihan, maka sebotol minuman segar pun terjatuh.
Hati berdegup kencang, ketika seorang lelaki paruh baya, menunjuk satu rumah yang tak jauh dari posisi saya berdiri. Dia orang ketiga yang saya tanya. Setelah dua orang sebelumnya, hanya bisa menggeleng dan ngeloyor pergi. Nun tak jauh di sana, tampak sebuah rumah dengan ciri tembok batu-bata merah coating. Itulah rumah Satna Sari Dewi Soekarno.
Dewi sudah menungguku di rumah itu. Pikirku. (roso daras)