“Warisan Soekarno” di Three in One Kompas TV

three in one kompas tv

Program “Three in One” Kompas TV, sekilas, saya kutip dari website-nya adalah sebagai berikut:

“Melalui bincang-bincang hangat, kami menggali informasi dari beragam nara-sumber. Kami akan mengajak Anda untuk mengenal lebih dalam sosok-sosok yang selama ini hanya dikenal luarnya saja. Tokoh yang kami dekati seringlah terlihat di televisi dan bekerja dengan prestasi, hati nurani, bahkan hingga sekedar menjaga citra dan gengsi.

Bagaimana reaksi para tokoh tersebut jika kemudian ditanya mengenai hal yang paling sederhana hingga yang paling sensifit? Saksikan Three In One bersama Dentamira Kusuma (jurnalis), Tara De Thouars (psikolog), Kamidia Radisti (presenter).”

Tersebutlah seorang Asti Wulan dari Kompas TV berkirim email menyatakan niatnya ingin ngobrol seputar “warisan Soekarno”. Singkat kata, saya penuhi permintaan Aci –begitu ia akrab disapa. Suatu siang, saya pun terlibat bincang-bincang di “Kedai 63” Gedung Pers Pancasila, Palmerah, tak jauh dari markas Kompas TV. Aci bersama Dimas, mengajak diskusi tentang topik dan narasumber yang akan didatangkan untuk program “Warisan Soekarno”.

Terbersit niatan mendatangkan putra-putri dan cucu-cucu Bung Karno sebagai narasumber. Saya senang dan mengapresiasi setiap program (apa pun, di media mana pun) yang mengangkat topik Bung Karno. Karenanya, saya pun antusias memberi masukan.

Kewajiban sudah saya tunaikan. Plong rasanya. Hingga keesokan harinya, Aci menghubungi dan menyatakan, “Bang Ju meminta kesediaan Bang Roso sebagai salah satu narasumber.”

Yang disebut “Bang Ju” oleh Aci, tak lain adalah Julius Sumant. Saya mengenalnya ketika ia menggawangi program Mata Najwa di Metro TV. Setidaknya, dua kali “Bang Ju” ini meminta saya menatap mata indah si Najwa. Pertama dalam program Mercu Suar Bung Karno, dan kedua kronik seputar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Dua topik tadi, bersinggungan langsung dengan Bung Karno, karenanya saya antusias. Tetapi untuk program “Warisan Soekarno” dengan narasumber cucu-cucu dan anak Bunng Karno? “Enggak-lah… Coba kontak si A… atau si B….” Ya, saya mulanya memang keberatan. Pertama, janji awal, kita hanya ngobrol tentang konten program, sehingga tidak menjurus ke pendaulatan saya sebagai nara sumber. Yang kedua, berbicara trah, atau garis keturunan yang kedua atau ketiga, saya tidak terlalu tertarik, mengingat untuk “menyelami” Bung Karno saja saya masih terus belajar.

Apa daya, sejumlah calon narasumber yang lebih kompeten, sedang tidak berada di Jakarta. Saya pun meng-iya-kan request Bang Ju… setidaknya buat “pelengkap”… Maka, terkonfirmasilah narasumber siang itu adalah dua cucu Bung Karno: Puti Guntur Soekarno dan Romy Soekarno (putra Rachmawati). Narasumber ketiga adalah Totok Suryawan (putra Bung Karno dari Kartini Manopo), dan saya (yang kemudian di-label-i predikat Sukarnois).

Puti dan Romy yang berbicara di segmen awal, sungguh menarik. Bukan saja karena Puti memang cantik, dan Romy yang ngetop sebagai DJ papan atas, tetapi kombinasi busana nuansa merah saa itu, membuat suasana begitu hangat. Puti dengan kematangannya sebagai seorang trah ketiga Bung Karno, berbicara lugas tentang banyak hal terkait kakek, bapak, serta om dan tante-tantenya. Romy tak kurang menarik. Dia hadir menenteng busana kebesaran Bung Karno sebagai salah satu “benda” sakral yang diwarisinya dari sang kakek.

Sedangkan, mas Totok hadir membawa cerita kelahirannya di Jerman, dengan latar belakang kondisi Indonesia yang tak menentu. Sang ibu, terpaksa harus “menjauh” dari Indonesia demi keselamatan benih Bung Karno yang dikandungnya. Bukan hanya itu, mas Totok juga membawa dan menunjukkan foto-foto kenangan serta benda kenangan berupa pelat mobil “RI-1” dari salah satu mobil dinas Bung Karno.

Acara “Three in One” di Kompas TV, hadir setiap hari Selasa, pukul 22.00 WIB. Hingga tulisan ini diposting, Senin, 3 November 2014, belum didapat konfirmasi, kapan rekaman itu akan ditayangkan. (roso daras)

three in one kompas tv-2three in one kompas tv-3

Published in: on 3 November 2014 at 09:01  Comments (4)  
Tags: , , , , ,

Total Bung Karno 2, Siap Luncur

buku total bk 2-bPuji syukur dumateng Gusti Ingkang Ngakaryo jagat…. Sholawat serta salam kepada Sang Nabi SAW junjungan saya….

Buku Total Bung Karno 2, Serpihan Sejarah yang Tercecer, akhirnya selesai disusun, dan kini sudah dalam persiapan akhir untuk diluncurkan. Mudah-mudahan, buku ini sudah beredar luas Juni 2014. Begitu besar harapan yang menyertai penerbitan buku ini. Sebuah harapan, semoga buku ini bisa memperkaya khasanah bacaan di Tanah Air, dan lebih dari itu, mampu memuaskan dahaga kaum Nasionalis, khususnya saudara-saudara Sukarnois di mana pun berada.

Buku Total Bung Karno 2, adalah seri lanjutan dari buku dengan judul yang sama yang terbit setahun lalu. Sumber utama buku ini, masihlah berasal dari tulisan-tulisan yang saya posting di sini. Tentu saja, untuk menjadi buku, materi-materi itu sudah diperkaya dengan referensi lain.

Sedikit berbeda dengan buku Total Bung Karno pertama, maka pada buku ini, konten bisa diklasifikasikan menjadi tiga bagian besar. Pertama, periode pembuangan di Ende (1934 – 1938), kedua, tentang marhaenisme, dan ketiga, kisah-kisah human interest yang menarik untuk disimak tentang perjalanan hidup Putra Sang Fajar.

Khusus tulisan-tulisan yang mengangkat tema periode pembuangan Bung Karno di Ende, sekaligus menjawab permintaan khalayak atas terbitnya buku saya berjudul “Bung Karno Ata Ende” yang diterbitkan oleh Chakrisma bekerjasama dengan Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud. Karena sifat penerbitannya yang terbatas, sehingga buku tadi tidak tersebar secara luas. Karena itulah, saya mengangkatnya kembali sebagai bagian dari isi buku Total Bung Karno 2 ini.

Saat postingan ini saya unggah, buku masih dalam proses pembuatan dummy. Dari pihak penerbit, tengah mengupayakan endorsement dari sejumlah tokoh. Terbetik sejumlah nama yang tengah dimintai endorsement untuk buku ini, antara lain Joko Widodo, Prabowo Subianto, Kartika (Karina) Soekarno Putri, Permadi, SH, dll. Akan tetapi, hingga 20 Mei 2014, belum ada respon dari mereka.

Karena itu, jika dalam buku ini terdapat endorsement dari Joko Widodo, Prabowo Subianto, seyogianya sidang pembaca memakluminya sebagai upaya penerbit. Sama sekali tidak ada campur tangan dan kemauan dari saya pribadi selaku penulis. Karenanya, endorsement dari siapa pun yang ada di buku ini, entah Jokowi, entah Prabowo, atau siapa pun, pada dasarnya merupakan usaha pihak penerbit dengan alasan lebih meningkatkan bobot buku. Mungkin juga ada alasan bisnis di sana. Saya tidak tahu.

Yang pasti, sebagai penulis yang menggandrungi Sukarno, mohon sidang pembaca tidak menempatkan saya di kubu mana pun. Sebab, apa boleh buat, buku ini memang direncanakan terbit Juni 2014, bulan Bung Karno, yang kebetulan saja sedang hangat-hangatnya kampanye Pilpres 2014. Artinya, bukan berarti saya apolitik, tetapi saya menjauhkan sejauh mungkin, sikap politik dan pilihan politik saya dengan buku yang saya tulis.

Betapa pun, secara pribadi saya senang dengan dua kandidat presiden. Joko Widodo dalam banyak kesempatan menyebut diri nasionalis dan Sukarnois. Sementara, Prabowo juga tidak kalah Sukarnoisnya. Bukankah membanggakan, memiliki dua calon presiden yang sama-sama menjunjung tinggi Sukarno? Sukur-sukur jika keduanya membaca buku-buku tentang Sukarno tulisan saya. Atau bahkan menjadi pengunjung setia blog saya….

Lepas dari itu semua, seperti harapan semula, semoga buku ini bisa diterima dengan baik di tengah masyarakat Indonesia. Seperti sering saya kemukakan, meneladani Sukarno bukanlah sebuah dosa. Tentu saja dalam kadar proporsional, mengingat Sukarno sendiri adalah seorang manusia yang terdiri atas tulang dan daging, dengan otak dan gagasan, yang tentu saja tak lepas dari unsur kelebihan dan kekurangan. Nah, kita ambil semua yang baik, dan kita enyahkan semua yang tidak baik. Sesimpel itu.

Merdeka!!!

Published in: on 20 Mei 2014 at 05:39  Comments (6)  
Tags: , , , ,

Lintas Generasi di Bedah Buku “Total Bung Karno”

medium_972149a

Bedah buku sekaligus peluncuran buku Total Bung Karno, Rabu, 5 Juni 2013 di Gedung Joang 45 Menteng, Jakarta Pusat, terbilang sukses. Saya pribadi merasa sangat bersyukur. Tiga narasumber yang diundang, berkenan hadir dan berbicara tentang Bung Karno. Mereka adalah Moch Achadi (Menteri Transmigrasi dan Koperasi Kabinet Dwikora), Mahfud MD (Ketua Mahkamah Konstitusi 2008 – 2013), dan Bambang “Bepe” Pamungkas (pesepakbola nasional). Saya sendiri, oleh panitia (Penerbit Imania) tetap didaulat berbicara dalam acara tersebut.

Yang luar biasa adalah, bahwa para pembicara berhasil “menahan” audiens duduk di tempat sejak awal hingga akhir. Saya pribadi menilai, apa yang disampaikan Mahfud MD dan Bambang Pamungkas memang sangat menarik. Sedangkan yang dipaparkan Achadi, saya menangkap kurang tertangkap bagi mayoritas audiens. Bisa jadi hal itu lantaran gap yang kelewat lebar antara periode (masa) narasumber dengan hadirin. Saya sendiri merasa biasa-biasa saja.

Bagi yang tidak sempat hadir, saya sedia berbagi ihwal acara peluncuran buku Total Bung Karno. Acara diawali dengan pemutaran video dan suguhan foto berikut narasi tentang Bung Karno. Mestinya bisa dikemas lebih apik, lebih mengalir, dan barangkai lebih kontekstual dengan materi buku yang hari itu diluncurkan. Editing yang seadanya, disertai kualitas data digital yang kurang maksimal, mengakibatkan secara keseluruhan sajian pembuka “kurang nendang”….

Subhan sang moderator, mengawali agenda dengan membacakan sekilas riwayat hidup pembicara. Bagi pengunjung blog dan hadir tentu tahu, dia menukil “tentang saya” di blog ini. Tak apalah. Tak begitu penting. Kemudian juga diperkenalkan tentang narasumber lain. Dan sebagai pembicara pertama, oleh penerbit saya diberi clue untuk berbicara tentang proses kreatif penulisan buku “Total Bung Karno.

Sebenarnya saya kurang interest dengan clue tersebut. Yang disebut “proses kreatif”, bagi saya adalah sebuah “pekerjaan”, mengingat saya sejak pertama kali bekerja, ya menulis (sebagai jurnalis). Alhasil, menulis buku (khususnya tentang Bung Karno), seperti sering saya ungkap, ibarat  memeras spon basah agar kering kembali. Penelusuran saya di belantara Sukarno, tentu saja menyerap ribuan bahkan mungkin jutaan informasi. Tanpa upaya pemerasan spon, niscaya otak saya akan kehilangan daya serap. Nah, itu saja.

Yang menarik dan saya sampaikan dalam forum itu adalah, bahwa tanpa skenario sebelumnya, yang hadir berbicara ternyata mewakili antargenerasi.  Achadi, adalah saksi sekaligus pelaku sejarah. Sebagai pembantu presiden, dia tentu sangat lekat berinteraksi dengan Bung Karno. Karena itu, dalam pemaparannya, dia bisa menggambarkan bagaimana keseharian Bung Karno yang ia sebut jauh dari sebutan otoriter. “Bung Karno justru senang kalau saya sanggah,” ujarnya.

Berikutnya, Mahfud MD. Tokoh vokal ini, mewakili generasinya. Mahfud MD menceritakan perjalanannya ke Maroko pada tanggal 5 Februari 2012. Hari itu, dia hadir dan memberi materi pada pertemuan asosiasi MK sedunia mewakili MK Asia. Di acara itu, dia berjumpa dengan Ketua MK yang sudah sangat tua. Ketua MK itu memberitahu Mahfud MD kalau dirinya pernah hadir di Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955. Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi itu KAA menimbulkan semangat membara bagi bangsa Asia dan Afrika untuk sejajar dengan bangsa lain, dan itu tidak lain adalah jasa Bung Karno. Negara-negara Afrika bangkit karena dorongan dan semangat Bung Karno. Bung Karno telah mencontohkan dari dulu bahwa Indonesia pun bisa maka negara-negara di Afrika pun bisa. “Sebelum saya ke Maroko, saya mampir ke Aljazair. Di Aljazair juga Bung Karno punya nama harum.” Kata Mahfud MD.

Sedangkan, Bambang Pamungkas, berbicara tentang keteladanan Bung Karno. Ia berbicara juga tentang pemahamannya sebagai generasi muda terhadap sosok Bung Karno. Tanpa tedeng aling-aling, dia juga merasakan ada pembelokan sejarah terkait Bung Karno. Itulah yang membuat ia tertarik mendalami Sukarno. Ketika seorang audiens bertanya asal mula ketertarikannya terhadap sosok Bung Karno, Bepe menyebutkan ketidakmengertiannya tentang sejarah yang aneh. “Bung Kano begitu dipuja masyarakat, tidak hanya di Indonesia, tetapi di dunia. Kalau dia bukan orang hebat, tidak mungkin seperti itu. Bahwa ia sempat mendengar sejarah yang negatif dari Bung Karno, itu justru memicu dia untuk mencari tahu sejarah yang sebenarnya.”

Acara diakhiri dengan tiga sesi tanya-jawab. Secara keseluruhan, semua berjalan sangat lancar. Saya pribadi menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada para narasumber serta penerbit Imania. Tak lupa, terima kasih pula kepada segenap hadirin yang telah sudi meringankan langkah hadir dalam acara tersebut. Semoga, gawe kecil itu membawa manfaat bagi kita. (roso daras)

Catat, 5 Juni 2013 di Gedung Joeang 45, Peluncuran Buku “Total Bung Karno”

Sidang pembaca blog yang mulia….

Akan sangat bermahfud mdarti hari itu, hari Rabu tanggal 5 Juni 2013, jika Anda berkenan hadir pada acara peluncuran buku saya “Total Bung bepeKarno”. Acara itu sendiri digelar oleh penerbit Imania pukul 14.00 di lantai 3 Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat.

Dalam kesempatan itu, akan hadir dan berbicara Prof M. Mahfud MD (mantan Ketua MK) dan Bambang Pamungkas (pesepakbola legendaris Indonesia). Sejauh ini, kedua narasumber tersebut sudah konfirmasi hadir. Selain keduanya, juga akan hadir para sesepuh Sukarnois serta Sukarnois dari berbagai kalangan serta masyarakat umum.

 

 

Published in: on 27 Mei 2013 at 08:34  Comments (5)  
Tags: , ,

Pre-Order Buku Total Bung Karno

Total Bung KarnoPuji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Agung, akhirnya buku TOTAL BUNG KARNO telah selesai cetak, dan siap edar. Begitu kabar gembira hari ini, Selasa 14 Mei 2013 dari penerbit Etera Imania. Penerbit yang telah membukukan tiga buku saya terdahulu (serial Bung Karno the Other Stories).

Ini adalah buku keempat yang mereka cetak. Buku keempat ini, pada galibnya menjawab pertanyaan Anda, yang belum mengoleksi serial Bung Karno The Other Stories secara lengkap. Di samping, tentu saja memenuhi permintaan khalayak yang sama sekali belum pernah membaca buku-buku saya itu dengan berbagai alasan. Umumnya, karena terlambat mengetahui, dan ketika mencari ke toko buku, sudah tidak ada lagi.

Karenanya, konten buku ini adalah rangkuman dari ketiga konten buku terdahulu, dengan penambahan sejumlah judul baru sebagai pelengkap, serta sedikit revisi di beberapa bagian. Dan yang menarik, endorsement dari para Sukarnois pada ketiga buku terdahulu juga dimuat secara utuh. Di sana ada Sukmawati Soekarnoputri, Amin Aryoso, Moch. Achadi, Ki Utomo Darmadi, Dr Cornelis Lay. Lebih menarik lagi karena buku ini juga ketambahan dua endorsement lagi dari dua tokoh nasional yang sangat berbeda latar-belakang.

Keduanya berbicara tentang Bung Karno, dari sudut pandang masing-masing. Yang pertama adalah Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Bambang Pamungkas, pesepakbola nasional yang akrab disapa Bepe.

Nah, Penerbit Imania (grup Mizan) juga mengabarkan, bagi peminat buku TOTAL BUNG KARNO tersebut, penerbit membuka sesi pre-order antara tanggal 14 – 24 Mei 2013 melalui sejumlah situs, antara lain mizan.com, bukabuku.com, dan bukukita.com. Sebanyak 200 pemesan pertama akan mendapat potongan harga 20 persen.

Monggoooo….. (roso daras)

 

Buku Baru, Isi Niru

Sore tadi, ketika menyempatkan diri jalan-jalan ke Gramedia, mata tertumbuk pada buku berjudul “Bung Karno, The Untold Stories”, dengan nama penulis Wijanarko Aditjondro. Penerbitnya, Buku Pintar, yang beralamat di Jalan Imogiri Barat, Yogyakarta. Karena tertarik, saya membuka-buka buku contoh. Mak deg, jantung berdegup kencang seperti dipacu ketersinggungan.

Mengapa? Hampir semua isinya dikutip dari isi blog ini. Buku itu berisi 54 Bab. Entah apa dasarnya pencantuman bab, sebab ternyata yang dimaksud bab adalah judul. Jadi kalau di buku itu ada 54 bab, sejatinya berisi 54 judul. Dan 90 persen dari bab (judul) itu diambil dari judul-judul yang ada di blog ini. Sang penulis mengubah judul, dan tentu saja beberapa kalimat pembuka (lead). Selebihnya, batang tubuh dan isinya, tak lebih dari copy-paste isi blog ini.

Beberapa contoh, bab 2 “Soekarno dan Supir Taksi”, dikutip dari tulisan berjudul “Revbolusi dan Utang Ongkos Taksi” yang saya posting tanggal 12 Juli 2009. Kemudian bab 3 buku itu “Soekarno, Presiden Termiskin di Dunia”, diambil dari tulisan yang saya posting tanggal 17 September 2011 berjudul “Sukarno, Presiden Miskin”. Lalu pada bab 6 “The Heroic Side of Soekarno”, diambil dari tulisan saya berjudul “Burung Elang Terbang Sendirian” postingan 7 Juli 2009.

Bab-bab (saya menyebutnya “judul”) selanjutnya, idem ditto, pemindahan judul-judul tulisan yang ada di blog ini. Buku yang dibanderol seharga 40.000 rupiah itu saya beli dengan perasaan tidak ikhlas, hanya karena ingin tahu lebih jauh tentang isi, latar belakang, penulis, penerbit, dan sebagainya. Ternyata, di bagian belakang buku, tidak ada biodata penulis. Entahlah, karena kealpaan penerbit, atau karena nama Widjanarko Aditjondro adalah nama fiktif.

Sejatinya, saya pribadi sangat appreciate terhadap siapa pun yang berjiwa Sukarnois, terlebih yang memiliki kemauan syiar ajaran Bung Karno. Karenanya, setiap ada pengunjung blog yang meminta izin co-pas tulisan untuk facebook, atau bahkan di blog mereka, dengan senang hati saya mengizinkan. Bahkan saya memaklumi pula jika ada yang mempostingnya tanpa menyebut sumber.

Menjadi galau manakala kemudian seseorang bernama Widjanarko Aditjondro membukukan dan mengomersilkannya. Terlebih saya pribadi, manakala mencari referensi untuk bahan penulisan di blog, tak jarang mengutip dari berbagai sumber. Dan ketika saya membukukan konten blog ini menjadi sebuah buku (hingga kini sudah judul yang ketiga), tidak pernah menyajikannya secara utuh atau persis seperti yang tertulis di blog. Melainkan, saya berusaha memperkaya dengan literatur lain agar menjadi “layak buku”.

Itulah mengapa, saya benar-benar masygul ketika tulisan-tulisan di blog ini kemudian dibukukan secara serampangan. Editing atau re-writing yang dilakukan bukan lebih bagus, tetapi tak jarang kehilangan konteks. Bukan hanya itu, penjiplakan gagasan berupa penuangan kisah-kisah humanisme seorang Sukarno, ditiru begitu saja. Foto-foto yang dipajang pun hampir semuanya diambil dari blog ini.

Baik penerbit maupun penulis (serta yang punya ide melakukan penjiplakan) atas tulisan-tulisan yang ada dalam blog ini, menurut saya sungguh terrrlllaaaallluu!!!

Barangkali, kalau hasil tiruannya tersaji dalam kemasan yang jauh lebih bagus, akan ada rasa maklum yang lebih besar dari saya. Kalau saja, kualitas tulisan, editing, tata letak, desain cover lebih mantap, akan muncul pemikiran “kepentingan syiar ajaran Bung Karno” pada diri saya, sehingga saya tidak akan merasa galau.

Akan tetapi, dengan tiruan yang lebih jelek, saya benar-benar menyesalkan ulah penerbit, penulis, dan yang menggagas terbitnya buku ini. Hmmm… adakah pengunjung blog ini yang berprofesi sebagai lawyer? (roso daras)

Bung Karno Vs Kartosuwiryo dalam Buku

Alhamdulillah yaaa… Sesuatu bangettt… Buku “Bung Karno Vs Kartosuwiryo” telah selesai cetak. Bahkan, sudah “nyaris” terdisplay di toko-toko buku, Senin, 10 Oktober 2011 lalu. Ya, itu tanggal yang dijadwalkan penerbit Imania untuk mendisplay buku ini. “Luar Jawa malah lebih dulu, pak Roso…,” ujar seorang manajer di penerbitan Imania, penerbit buku saya itu.

Biasanya, saya rajin mengabarkan kepada khalayak ihwal kemunculan buku baru itu. Bukan saja bertujuan promosi supaya bukunya terbeli, lebih dari itu, dorongan “berbagi” kepada sesama Sukarnois begitu besar. Tapi, mengingat kesibukan, saya memang tidak, atau belum melakukannya. Hhhmmm, apa jadinya kalau sudah dipromosikan tanggal 10 Oktober bisa dibeli di toko buku, tapi ternyata tidak ada barangnya?

Kalau tidak salah ingat, tanggal 12 Oktober, manajer Imania menelepon, meminta maaf tentang buku saya yang belum bisa dipasarkan. Saya tanya alasan, dia menjawab direksi keberatan dengan sebagian isi kata pengantar buku. Sempat mereka meminta izin untuk menghapus kata pengantar. Saya tentu saja keberatan. Kata pengantar justru penting untuk conditioning pembaca masuk pada materi buku. Kalau ujug-ujug pembaca disodori materi tanpa pengantar, sama saja kita disuruh makan singkong rebus tanpa air. Bayangkan saja….

Saya menolak. Lantas si manajer meminta saya melakukan editing, saya juga menolak. Bukan saya tidak mau kompromi. Alasan saya ada dua, pertama, saya memang benar-benar sedang tidak ada waktu untuk mengedit kata pengantar. Kedua, berhubung yang keberatan adalah direksi, maka seyogianya pihak penerbit yang mengedit. Bukankah begitu? Maka saya usul, “Silakan diedit seperlunya. Saya menyetujui, dan lanjutkan proses cetak ulang dan pendistribusiannya ke toko-toko buku.”

Begitulah sekelumit romansa yang mewarnai kelahiran buku “Bung Karno Vs Kartosuwiryo, Membongkar Sumber Dana DI/TII” ini. Tidak seperti dua judul sebelumnya yang dicetak di Imania, maka pada buku ketiga ini, rasa merasa terhormat, karena direksi penerbit itu tiba-tiba menjadi begitu perhatian. Mulai dari usul pemilihan topik, hingga gonta-ganti cover. Dalam pikiran yang selalu saya usahakan untuk positif, tentu saja saya senang karena itu artinya mereka menganggap penting.

Penting bisa diartikan, materi buku ini memang patut mendapat perhatian ekstra. Penting bisa juga berarti, buku ini memang punya nilai jual. Entahlah. Yang pasti, buku ini memang beda dari kedua serial terdahulu. Ini lebih fokus pada sekelumit kiprah Bung Karno yang bersinggungan dengan Islam. Khususnya Islam garis keras.

Tetapi, format buku secara umum, tidak terlalu menyimpang dari kedua buku terdahulu. Tetap bersumber dari postingan saya di blog ini. Mudah-mudahan tetap “enteng-berisi”. Saya berharap, sekalipun topiknya cukup berat, tetapi tetap bisa dinikmati secara santai.

Pertanyaannya tentu: Kapan buku itu bisa didapat? Penerbit yang punya kapasitas menjawab. Hanya saja, kepada saya mereka mengatakan, “pencetakan ulang kata pengantar, sebentar kok. Mudah-mudahan akhir Oktober 2011 ini sudah beredar di toko-toko buku.” (roso daras)

Published in: on 14 Oktober 2011 at 02:58  Comments (10)  
Tags: , , ,

Tentang Buku Ketiga, Bung Karno vs Kartosoewirjo

Di tengah kepenatan fisik dan otak, izinkan saya mengabarkan, keseluruhan naskah buku ketiga sudah selesai dan terkirim ke penerbit Imania. Buku ketiga, berbeda dengan dua buku terdahulu. Jika buku pertama dan kedua, menggunakan judul yang sama “Bung Karno, the Other Stories, Serpihan Sejarah yang Tercecer” (buku 1 dan 2), maka yang ketiga, atas kesepakatan dengan penerbit, diambil satu tema besar. Atas kesepakatan pula, di buku ketiga, mengangkat judul “Baratayudha, Bung Karno vs Kartosoewirjo”, disambung judul serial “Serpihan Sejarah yang Tercecer, buku ke-3.

Sesuai tema besar, maka ulasan tentang perseteruan politik antara Bung Karno dan Kartosoewirjo, mendapat porsi yang cukup besar. Selain memang unik, juga terbilang dramatis. Dua sahabat yang sempat belajar dan indekos bersama di kediaman HOS Cokroaminoto di Surabaya, pada akhirnya harus berseberangan pandang. Bung Karno sebagai Presiden, menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara. Sementara itu, SM Kartosoewirjo memberontak dan memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII).

Apa hendak dikata, dalam perspektif kenegaraan, tindakan Kartosoewirjo adalalah satu bentuk makar. Karenanya, Pemerintah RI berkewajiban menumpasnya. Pasukan TNI pun melakukan perlawanan dan usaha penumpasan kaum pemberontak DI/TII ini hingga ke akar-akarnya. Keselurhan operasi ini menelan waktu tak kurang dari lima tahun.

Selama itu pula, DI/TII yang didukung aksi intelijen Amerika Serikat, mendapat sokongan senjata, peralatan komunikasi canggih, dan… tentu saja guyuran dolar. Sejatinya, pemberontakan yang disponsori asing, bukanlah yang pertama. Bahkan dalam bentang sejarah kita, hampir semua aksi politik yang berujung pada suksesi kepemimpinan nasional, tak pernah luput dari pengaruh dan peran asing.

Orde Baru berhasil menumbangkan pemerintahan Sukarno, tak lepas dari peran aktif CIA. Gelombang demonstran yang didukung Angkatan Darat, adalah bagian dari skenario besar menumbangkan “singa Asia” ketika itu, Sukarno. Negeri-negeri Barat sangat geram dengan Bung Karno, yang berhasil menggalang kekuatan Asia-Afrika, bahkan sedia mencetuskan CONEFO (Conference of New Emerging Forces). Jika itu terwujud, di dunia ini akan bercokol dua organisasi negara-negara.

PBB yang dikritik habis oleh Bung Karno karena tak bisa melepaskan diri dari hegemoni super power, dilawan Sukarno dengan menggalang kekuatan-kekuatan baru, dari negara-negara yang baru melepaskan diri dari aksi kolonialisme (penjahan). Spirit melawan negara maju yang hendak mencengkeramkan kekuasaannya kembali melalui proyek-proyek ekonomi, dilawan Bung Karno dengan lugasnya.

Bukan hanya itu. Lagi-lagi, asing pun berperan besar dalam menumbangkan Orde Baru, manakala Soeharto mulai kehilangan kendali atas kekuasaannya. Ditambah, kecenderungan korupsi serta praktek-praktek nepotisme yang berkembang di luar batas kewajaran. Sekali dongkel, dengan didahului prahara badai krisis moneter, tumbanglah rezim Orde Baru.

Kembali ke topik buku. Sebagai Sukarnois, tentu saja tulisan itu beranjak dari perspektif yang tentu saja bertentangan dengan perspektif kelompok ekstrim kanan yang menghendaki Indonesia menjadi negara Islam. Rasanya ini tidak keliru, sepanjang NKRI masih berstatus negara republik dengan landasan ideologi Pancasila. Tentu lain soal seandainya pemerintah dan parlemen menyepakati perubahan ideologi dari Pancasila ke Islam.

Akan tetapi, sepanjang NKRI konsisten dengan Pancasila sebagai ideologi negara, maka bukan saja konsep negara Islam tidak dibenarkan secara konstitusi, juga upaya-upaya ideolog lain, seperti komunis, misalnya, juga tak akan pernah menjadi gerakan legal.

Materi tentang Bung Karno vs Kartosoewirjo, dilengkapi pula dengan sejumlah naskah-naskah pendek sebagai pelengkap sekaligus penguat. Selain itu, penulis juga menyajikan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang kini kita peringati sebagai hari kelahiran Pancasila. Ini menjadi relevan, agar audiens memahami bagaimana para founding father menyepakati ideologi negara kita.

Yang tak kalah menarik, saya sajikan pula sebanyak 12 surat-surat Islam Bung Karno dari Ende. Ini adalah fase Bung Karno mendalami Islam, dan belajar bersama Ahmad Hassan, yang ketika itu berada di Bandung. Surat-menyurat Ende-Bandung itu, tidak melulu sebagai sajian surat belaka. Penulis melengkapinya dengan pengantar yang cukup panjang, untuk lebih memperkenalkan sosok A. Hassan, serta bagaimana riwayat perkenalan Bung Karno dan A. Hassan.

Pada tiap-tiap akhir surat, penulis membuat catatan-catatan. Ada yang berupa komen atas surat tersebut, ada juga yang merupakan upaya memperkaya literasi, sehingga audiens bisa lebih gamblang mencerna surat-surat Bung Karno, serta lebih menghayati suasana kebatinan maupun latar belakang lahirnya surat-surat tersebut.

Dibanding buku pertama yang 200 halaman lebih, dan buku kedua yang lebih tipis sedikit, maka buku ketiga ini diperkirakan mencapai ketebalan lebih dari 260 halaman. Sekalipun begitu, penerbit telah mengkalkulasi sedemikian rupa, sehingga tidak akan memberatkan kocek peminat buku ini, akibat harga yang tinggi. Dari konfirmasi sementara, buku ketiga ini akan luncur sekitar bulan Oktober 2011. Mohon doa restu agar segala sesuatunya berjalan lancar.  (roso daras)

Rencana Cover ke-3, Dipilih…Dipilih…

Dua hari lalu, penerbit Imania mengirimkan rencana cover buku yang ke-3. Seperti postingan terdahulu, dalam buku ketiga dan Insya Allah selanjutnya, pendekatan judul serta content mixed, dibuat sedikit berbeda dari dua buku terdahulu. Kali ini, fokus tulisan pada “perseteruan” Bung Karno dan Kartosoewirjo.

Ah, tapi ini bukan posting tentang konten buku ketiga. Selain tidak membuat Anda penasaran untuk membaca (tepatnya: membeli) buku ini, juga karena saya ingin berbagi dan minta masukan sidang pembaca blog ini sekalian, terhadap rancangan cover yang telah disiapkan penerbit. Ada dua rancangan cover, seperti terlihat di bawah ini: versi A dan versi B.

Nah, atas pilihan cover tersebut, saya pribadi memiliki beberapa catatan. Misalnya, komposisi judul dan foto, saya cenderung melilih yang B, dengan catatan, boks bertuliskan “The Other Stories 3” lebih dirapatkan ke atas, menempel teks “Serpihan Sejarah yang Tercecer”. Keseluruhan judul juga bisa lebih ke atas.

Kemudian, ilustrasi perang baratayudha dalam epik Mahabarata itu, saya cenderung memilih yang versi A. Sebab, warna sephia di versi A rasanya lebih cocok dengan desain yang B. Dengan sedikit penguasaan software adobe photoshop, beberapa catatan tersebut saya wujudkan menjadi seperti di bawah ini:

Nah, bagaimana menurut Anda? (roso daras)

Published in: on 23 Juni 2011 at 05:28  Comments (8)  
Tags: , , , , ,

Cover Final Buku Jilid II

Lama gak nengok email (gara-gara telkomselflash error…), ternyata penerbit Imania sudah beberapa hari berkirim konsep final cover untuk buku jilid II (seperti tampak di atas). Menurut penerbit, itulah konsep cover yang “hampir pasti” digunakan untuk buku Bung Karno, Serpihan Sejarah yang Tercecer, The Other Stories jiid ke-2.

Tampaknya ini merupakan kompromi dari empat versi (dua versi besar) yang sudah terposting beberapa waktu yang lalu. Menurut penerbit, inilah desain cover yang mewakili aspirasi masyarakat. Tentu saja ada yang cocok, setengah cocok, atau bakan kurang cocok. Meski begitu, harapan penerbit, desain ini mewakili rasa cocok pembaca sekalian. (roso daras)

Published in: on 19 Agustus 2010 at 15:31  Comments (16)  
Tags: , ,