Bedah buku sekaligus peluncuran buku Total Bung Karno, Rabu, 5 Juni 2013 di Gedung Joang 45 Menteng, Jakarta Pusat, terbilang sukses. Saya pribadi merasa sangat bersyukur. Tiga narasumber yang diundang, berkenan hadir dan berbicara tentang Bung Karno. Mereka adalah Moch Achadi (Menteri Transmigrasi dan Koperasi Kabinet Dwikora), Mahfud MD (Ketua Mahkamah Konstitusi 2008 – 2013), dan Bambang “Bepe” Pamungkas (pesepakbola nasional). Saya sendiri, oleh panitia (Penerbit Imania) tetap didaulat berbicara dalam acara tersebut.
Yang luar biasa adalah, bahwa para pembicara berhasil “menahan” audiens duduk di tempat sejak awal hingga akhir. Saya pribadi menilai, apa yang disampaikan Mahfud MD dan Bambang Pamungkas memang sangat menarik. Sedangkan yang dipaparkan Achadi, saya menangkap kurang tertangkap bagi mayoritas audiens. Bisa jadi hal itu lantaran gap yang kelewat lebar antara periode (masa) narasumber dengan hadirin. Saya sendiri merasa biasa-biasa saja.
Bagi yang tidak sempat hadir, saya sedia berbagi ihwal acara peluncuran buku Total Bung Karno. Acara diawali dengan pemutaran video dan suguhan foto berikut narasi tentang Bung Karno. Mestinya bisa dikemas lebih apik, lebih mengalir, dan barangkai lebih kontekstual dengan materi buku yang hari itu diluncurkan. Editing yang seadanya, disertai kualitas data digital yang kurang maksimal, mengakibatkan secara keseluruhan sajian pembuka “kurang nendang”….
Subhan sang moderator, mengawali agenda dengan membacakan sekilas riwayat hidup pembicara. Bagi pengunjung blog dan hadir tentu tahu, dia menukil “tentang saya” di blog ini. Tak apalah. Tak begitu penting. Kemudian juga diperkenalkan tentang narasumber lain. Dan sebagai pembicara pertama, oleh penerbit saya diberi clue untuk berbicara tentang proses kreatif penulisan buku “Total Bung Karno.
Sebenarnya saya kurang interest dengan clue tersebut. Yang disebut “proses kreatif”, bagi saya adalah sebuah “pekerjaan”, mengingat saya sejak pertama kali bekerja, ya menulis (sebagai jurnalis). Alhasil, menulis buku (khususnya tentang Bung Karno), seperti sering saya ungkap, ibarat memeras spon basah agar kering kembali. Penelusuran saya di belantara Sukarno, tentu saja menyerap ribuan bahkan mungkin jutaan informasi. Tanpa upaya pemerasan spon, niscaya otak saya akan kehilangan daya serap. Nah, itu saja.
Yang menarik dan saya sampaikan dalam forum itu adalah, bahwa tanpa skenario sebelumnya, yang hadir berbicara ternyata mewakili antargenerasi. Achadi, adalah saksi sekaligus pelaku sejarah. Sebagai pembantu presiden, dia tentu sangat lekat berinteraksi dengan Bung Karno. Karena itu, dalam pemaparannya, dia bisa menggambarkan bagaimana keseharian Bung Karno yang ia sebut jauh dari sebutan otoriter. “Bung Karno justru senang kalau saya sanggah,” ujarnya.
Berikutnya, Mahfud MD. Tokoh vokal ini, mewakili generasinya. Mahfud MD menceritakan perjalanannya ke Maroko pada tanggal 5 Februari 2012. Hari itu, dia hadir dan memberi materi pada pertemuan asosiasi MK sedunia mewakili MK Asia. Di acara itu, dia berjumpa dengan Ketua MK yang sudah sangat tua. Ketua MK itu memberitahu Mahfud MD kalau dirinya pernah hadir di Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955. Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi itu KAA menimbulkan semangat membara bagi bangsa Asia dan Afrika untuk sejajar dengan bangsa lain, dan itu tidak lain adalah jasa Bung Karno. Negara-negara Afrika bangkit karena dorongan dan semangat Bung Karno. Bung Karno telah mencontohkan dari dulu bahwa Indonesia pun bisa maka negara-negara di Afrika pun bisa. “Sebelum saya ke Maroko, saya mampir ke Aljazair. Di Aljazair juga Bung Karno punya nama harum.” Kata Mahfud MD.
Sedangkan, Bambang Pamungkas, berbicara tentang keteladanan Bung Karno. Ia berbicara juga tentang pemahamannya sebagai generasi muda terhadap sosok Bung Karno. Tanpa tedeng aling-aling, dia juga merasakan ada pembelokan sejarah terkait Bung Karno. Itulah yang membuat ia tertarik mendalami Sukarno. Ketika seorang audiens bertanya asal mula ketertarikannya terhadap sosok Bung Karno, Bepe menyebutkan ketidakmengertiannya tentang sejarah yang aneh. “Bung Kano begitu dipuja masyarakat, tidak hanya di Indonesia, tetapi di dunia. Kalau dia bukan orang hebat, tidak mungkin seperti itu. Bahwa ia sempat mendengar sejarah yang negatif dari Bung Karno, itu justru memicu dia untuk mencari tahu sejarah yang sebenarnya.”
Acara diakhiri dengan tiga sesi tanya-jawab. Secara keseluruhan, semua berjalan sangat lancar. Saya pribadi menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada para narasumber serta penerbit Imania. Tak lupa, terima kasih pula kepada segenap hadirin yang telah sudi meringankan langkah hadir dalam acara tersebut. Semoga, gawe kecil itu membawa manfaat bagi kita. (roso daras)