Sidang pembaca blog yang saya muliakan….
Bukan sekali ini saya absen cukup lama dari aktivitas memposting tulisan baru seputar Bung Karno. Kemandegan sebelumnya, terjadi sekitar tahun 2011-an, saat saya terbenam dalam aktivitas menangani Timnas U-23.
Jika tahun 2011 saya lama absen menulis karena urusan sepakbola, maka kali ini justru karena “urusan belajar tentang Sukarnoisme”. Seperti tulisan dalam stiker di kaca belakang sopir bus zaman dulu: “dilarang berbicara dengan sopir”, rasa-rasanya, beberapa bulan terakhir, saya ingin sekali menempel stiker di jidat: “jangan berbicara dengan saya”.
Bermula dari kegelisahan tentang memudarnya spirit nasionalisme di bangsa kita. Merembet ke keprihatinan-keprihatinan lain tentang makin lebarnya jurang cita-cita pendiri bangsa dengan realita kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian mengkristal menjadi sebuah tekad untuk lebih dalam lagi menggali ajaran Bung Karno, dan menyebarluaskannya.
Mengubah mindset bangsa tidaklah mudah. Katakanlah, melakukan propaganda anti-kapitalisme, sejatinya sebuah kemunafikan, di saat kehidupan kita dari bangun tidur hingga berangkat tidur, sudah dikepung kapitalisme. Katakan lagi, menyerukan cinta budaya Indonesia, menjadi naif manakala telinga dan mata dimanjakan budaya-budaya impor dari jam ke jamnya.
Bahwa kemudian saya memutuskan menjadi orang yang mungkin disebut munafik atau naif, biar saja. Sebab, tanpa menggelorakan Sukarnoisme, saya jauh akan merasa diri hina dan tak berguna. Jadilah saya menenggelamkan diri dalam belantara Sukarno lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Tujuannya tak lain, adalah menulis dan menulis Sukarnoisme lebih banyak lagi. Lebih masif lagi. Dengan publikasi buku-buku Sukarnoisme, setidaknya saya berharap ada keseimbangan tema. Buku-buku yang memuat racikan bumbu-bumbu liberalisme, kapitalisme dan sejenisnya harus diimbangi buku-buku yang bisa menggugah dan membangkitkan semangat kebangsaan pada rel yang seharusnya.
Syahdan, sehubungan dengan aktivitas penulisan buku itulah, saya harus terus belajar dan belajar. Termasuk belajar dari buku “Beladjar Memahami Sukarno-isme” (1964) ini.
Buku ini berisi kumpulan tulisan di harian “Berita Indonesia”, di bawah judul rubrik tetap “Beladjar Memahami Sukarno-isme” yang termuat pada edisi nomor 1 sampai dengan 47. Ini, hanya satu dari sekian referensi yang harus saya baca. Buku-buku lain ternyata masih banyak. Beberapa judul, bahkan baru pertama saya lihat (baca). Buku-buku lain, sifatnya “penyegaran” dengan membaca ulang.
Buku apa gerangan yang sedang saya susun? Yang pasti tentang Sukarnoisme. Judul dan format tulisan, sudah terbayang (karena ini sesungguhnya merupakan gagasan lama yang belum juga terwujud). Semoga, Juni 2015 sudah bisa publish. Mohon doa restu. (roso daras)