Suatu pagi di tahun 60-an… sebuah mobil kedutaan meluncur menuju kota hujan Bogor. Di dalamnya, berisi Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Howard Jones dan istrinya, Marylou. Howard Jones adalah satu di antara sedikit orang Amerika Serikat pada zamannya, yang mengerti dan memahami Sukarno. Kebetulan pula, ia adalah Ketua Koprs Diplomatik di Indonesia.
Hubungannya dengan Bung Karno cukup dekat. Kunjungan Howard dan istrinya ke Bogor, disusul acara makan-makan bersama di paviliun kecil samping Istana, adalah salah satu bukti kedekatan mereka. Bung Karno mengatakan, antara dirinya dan Howard, sering terlibat perdebatan-perdebatan sengit dan pahit. Meski begitu, di antara keduanya justru tumbuh benih persahabatan, sehingga Bung Karno menyebut Howard sebagai “kawan tercinta”.
Howard sendiri menilai pribadi Bung Karno dengan ungkapan, “Suatu perpaduan antara Franklin Delano Roosevelt dan Clark Gable.” Tentu itu suatu komplimen luar biasa. Roosevelt adalah salah satu presiden paling berpengaruh di Amerika Serikat. Sedangkan Clark Gable adalah aktor tampan Hollywood yang juga digilai para wanita. Tentu saja Bung Karno sangat senang dengan persandingan itu.
Selagi di meja makan, Bung Karno berdampingan dengan Marylou, dan Howard Jones didampingi Hartini, meluncurlah ide Howard, “Tuan Presiden, saya kira sudah waktunya untuk melihat kembali jalan-jalan sejarah. Menurut pendapat saya sudah tepat waktunya bagi Tuan untuk menuliskan sejarah hidup.”
Bagi Bung Karno, sejatinya ide itu bukan yang pertama ia dengar. Dan seperti ketika ia mendengar ide serupa sebelum-sebelumnya, maka ia pun tidak punya jawaban lain, kecuali, “Tidak. Insya Allah, jika Tuhan mengizinkan saatnya masih 10 atau 20 tahun lagi.” Meski begitu, intinya adalah, Bung Karno merasa, tidak ada yang bisa menceritakan diri pribadinya, karena itulah ia selalu menolak. Sebab, menurut Bung Karno, baik-buruk catatan sejarah manusia hanya dapat dipertimbangkan setelah yang bersangkutan mati.
Howard tidak menyerah. Ia menyebut, pengecualian bagi Bung Karno. Seorang presiden yang ketika itu sudah berkuasa selama 20 tahun, dan paling banyak diperdebatkan dan dikritik di zamannya. Terlalu banyak rahasia tersimpan pada diri Sukarno, sehingga dunia perlu mengetahui sosok Bung Karno.
Sosok sebagai presiden, kepala negara, dan orator ulung… sekaligus pecinta sejati. Pemimpin yang kharismatik, sekaligus flamboyan. Sampai tahap ini, Bung Karno masih belum bersedia. Tetapi, kisah ini memang belum berakhir di sini. Howard Jones terus dan terus meyakinkan Bung Karno dalam satu format dialog yang begitu akrab namun berkelas. (roso daras)
Saya semakin salut saja kepada Bung Karno. Bung Roso Daras, saya membandingkan dengan pemimpin jaman sekarang, dalam hal keberanian bagaimana kalau kita sandingkan dengan President Mahmoud Ahmadinejad? Mohon tanggapan nya.
seandainya pemimpin indonesia saat ini segarang seperti Ahmadinejad, hmmm….!!!!!???
jangankan sama amerika, sama malaysia saja ngacir..!!!
malu-maluin The Founding Father.