Bung Karno pun Dirawat di Kamar Bersalin

Geliat memuncak menuju Indonesia merdeka, bolehlah kita katakan terjadi bersamaan datangnya penjajah kate (Jepang). Jika harus kita tunjuk tahun, berbilang antara tahun 1943 – 1944 – 1945. Bila tahun-tahun itu kita sangkutkan dengan perjalanan hidup Bung Karno, sesungguhnya justru menjadi sangat bertolak belakang.

Pengertian itu bukan dalam arti tataran semangat mencapai kemerdekaan, melainkan dalam pengertian tahun-tahun kemajuan mencapai gerbang kemerdekaan di satu sisi, dan saat-saat kemunduran kesehatan pada diri Bung Karno di sisi yang lain. Ya, Bung Karno kepada Cindy Adams penulis biografinya menuturkan, tahun 1943 adalah tahun kemundurannya di bidang kesehatan, baik jasmani maupun rohani.

Di bidang jasmani, sakit malaria yang melarut mengakibatkan ia sering meringkuk di rumah sakit berhari-hari, berminggu-minggu terus-menerus. Satu pengalaman khusus yang tidak pernah ia lupakan antara dirinya dan malaria adalah manakala malarianya kumat di pengujung 1943. Ia pun segera dilarikan ke rumah sakit. Apa lacur, tidak ada tempat tidur kosong, sehingga Bung Karno yang tengah menggigil itu pun dimasukkan ke Kamar Bersalin!

Ya, di ruang para wanita hamil tua hendak melahirkan itulah Bung Karno ditempatkan. Dalih yang mendukung adalah, karena tidak ada tempat tidur kosong di bangsal lain. Artinya, satu-satunya bangsal yang masih tersedia tempat tidur hanyalah di bangsal bersalin. Tapi, bukan tidak mungkin, dimasukkannya Bung Karno ke kamar bersalin karena ulang iseng sahabat-sahabatnya.

Maklumlah, ini zaman perjuangan bung! Belum ada presiden, belum ada pengawal. Semua adalah “teman seperjuangan”, dan di antara mereka memang acap bergulir kisah-kisah lucu akibat keisengan di antara mereka. Jadi, mengingat kesenangan Bung Karno jika berada dekat kaum Hawa, maka dimasukkanlah Bung Karno yang sedang menggigil ke kamar bersalin, dengan harapan positif, hal itu bisa mengurangi rasa sakit, setidaknya membangkitkan gairah hidup Putra Sang Fajar

Tapi apa reaksi Bung Karno? Ia memang sempat membuka setengah mata dan menyapu ruang bersalin. Sambil meringkuk dan menggigil kesakitan, tidak tampak sebersit kesenangan di wajahnya. Seperti dituturkan Bung Karno, “Perempuan cantik-cantik dibawa masuk di sebelahku, akan tetapi keadaanku terlalu payah untuk dapat memperhatikan mereka….”

Masih di tahun yang sama, saat bertutur mengenai kemundurannya di bidang jasmani, ia menyebut penyakit lain yang menemaninya di paruh baya hingga akhir hayat, yakni sakit ginjal. Jika serangan datang, ia meringkuk dengan kaki ditekuk merapat ke badan, menahan mahasakit yang mendera tubuhnya.

Saking sakit, tanpa sadar butiran keringat keluar di sekujur tubuh. Bahkan, Bung Karno bisa berkeringat-keringat saat berpidato melebihi lazimnya. Itu tandanya, serangan ginjal datang saat ia tengah “mengaum” di atas podium. Bukan sekali dua kali terjadi, setelah selesai berpidato, Bung Karno harus merangkak dengan kaki dan tangan masuk kendaraan. (roso daras)

Published in: on 27 Mei 2010 at 03:01  Tinggalkan sebuah Komentar  
Tags: , , ,

The URI to TrackBack this entry is: https://rosodaras.wordpress.com/2010/05/27/bung-karno-pun-dirawat-di-kamar-bersalin/trackback/

RSS feed for comments on this post.

Tinggalkan komentar