Pesan Bung Karno kepada Guntur

guntur merenungTak pelak, Guntur-lah putra Bung Karno yang harus memikul tanggung jawab besar, manakala bapaknya meninggal. Ia tidak saja harus menjadi “pengganti” peran ayah bagi adik-adiknya, tetapi juga siap menjalankan peran sebagai anak Bung Karno tertua, pasca meninggalnya Sang Proklamator.

Dalam buku yang ia tulis, Guntur menulis kisah-kisah menarik hubungannya dengan sanga ayah, yang ia sebut sebagai ayah, sahabat,  sekaligus guru. Ekspresi sikap Guntur pasca meninggalnya Bung Karno, baginya adalah sikap terbaik. Termasuk jika akhirnya ia memilih untuk tidak terjun ke gelanggang politik.

Akan tetapi, dengan sikapnya itulah kemudian ia dan adik-adiknya, relatif bisa bertahan hidup di rezim Soeharto, sebuah rezim yang telah menggulingkan bapaknya, tidak hanya dilengser dari jabatan, tetapi juga dikungkung di Wisma Yaso, tanpa bacaaan, tanpa teman, tanpa keluarga.

Cerita sejarah Indonesia tentu akan berbeda, seandanya Guntur mengambil jalan politik, dan melakukan perlawanan balik terhadap rezim Soeharto. Jalannya sejarah bisa menjadi, Guntur kembali mengibarkan bendera Bung Karno dengan pendukung yang sangat besar. Atau, sejarah bisa pula menjadi, Guntur dan adik-adiknya tersingkir, bahkan dalam arti harfiah.

Satu hal yang pasti, ia masih terus mengingat pesan bapaknya yang terakhir. Dikatakan terakhir, karena selama ia menjadi putra Bung Karno, tentu banyak pesan yang telah dibenamkan Bung Karno di otak dan hati Guntur. Dikatakan terakhir, karena tidak ada pesan lagi setelah pesan terakhir, hingga ayahnya meninggal dunia, 21 Juni 1970. Berikut pesan terakhir Bung Karno kepada Guntur:

Bung Karno dan Guntur“Tok, engkau adalah anak sulung Putra Sang  Fajar. Sebab, bapakmu dilahirkan pada waktu fajar menyingsing. Fajar 6 Juni yang sedang merekah di ujung timur. Dan engkau yang lahir di tahun keberanian, juga menjelang fajar tanggal 3 November pada saat mana hegemoni kekuasaan Jepang semakin suram sinarnya. Nah seperti halnya bapakmu, engkaupun pantas menyambut terbitnya matahari. Jadilah manusia yang pantas menyambut terbitnya matahari. Ingat, yang pantas meyambut terbitnya matahari itu hanya manusia-manusia abdi Tuhan, manusia-manusia yang manfaat. Karena itu jangan cengeng! Buktikan kepada setiap orang yang menatapmu bahwa engkau memang pantas menjadi anak sulung Sukarno.” (roso daras)

Published in: on 28 Juni 2009 at 04:21  Comments (41)  
Tags: , ,